Adab Berbicara

1/24/2014 , 0 Comments

Assalamu'alaikum..

Sebenarnya kita sudah sering sekali diajari adab berbicara dengan orang lain. Namun terkadang luput dari prakteknya. So, yuk coba kita ulas sedikit diantaranya adab berbicara yang Rasulullah ﷺ contohkan kepada kita.

PERTAMA, BERBICARA HARUS YANG BAIK-BAIK


Rasulullah ﷺ bersabda,
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam." (HR. Al-Bukhari)
Firman Allah Ta'ala,
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna." (QS. Al-Mukminuun: 1-3)
KEDUA, BERBICARA HARUS JELAS DAN BENAR
Termasuk dari etika berbicara yang dicontohkan Rasulullah ﷺ adalah perkataan yang jelas sehingga mudah difahami dan tidak menyulitkan, tidak memakai kata-kata yang menyusahkan lawan bicara.

Bahkan Rasulullah ﷺ diberi "jawami'ul kalimi", yang artinya sedikit kata tapi makna jelas dan lugas, tidak bertele-tele dan banyak tafsir. Oleh karena itu, ketika kita berbicara harus dengan bahasa yang jelas, sehingga orang yang mendengarkan tidak salah paham atau kesulitan menafsirkan apa yang dimaksud. Sebagaimana dalam hadits Aisyah Ra,
"Bahwasanya perkataan Rasulullah ﷺ itu selalu jelas sehingga bisa difahami oleh semua yang mendengar." (HR. Abu Daud)
Memang ada anekdot yang mengatakan bahwa tambah sulit untuk dipahami sebuah tulisan atau sebuah pembicaraan maka itu dianggap semakin ilmiah. Anekdot itu tidak bisa dibenarkan, karena pembicaraan yang baik adalah yang dapat memahamkan pendengarnya dengan mudah dan dapat memotivasi pendengarnya untuk merenungkan dan mengamalkan apa yang disampaikannya.

KETIGA, SEIMBANG DAN MENJAUHI BERTELE-TELE
"Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari kiamat ialah orang yang banyak omong dan berlagak dalam berbicara, dan al-mutafaihiqun." Maka dikatakan: "Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui arti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun?" Maka jawab Nabi: "Orang-orang yang sombong." (HR. Tirmidzi)
Ats-tsartsarun, artinya orang yang banyak bicara. Maksudnya orang tersebut dimanapun ia berada selalu banyak bicara dan tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbicara. Bahkan suka memotong pembicaraan orang lain. Namun lain halnya jika seseorang berbicara karena diminta untuk memberikan nasehat, maka ia tidak termasuk dalam kategori ats-tsartsarun.

Mutasyaddiqun, artinya berlagak dalam berbicara. Maksudnya ialah ketika ia berbicara ia ingin menampakkan bahwa dirinya fasih dalam mengucapkan kata-kata asing. Misalnya berbicara menggunakan bahasa arab di tengah orang awam yang mereka tidak faham bahasa arab. Atau misalkan menggunakan kata-kata asing yang tak difahami oleh orang yang diajak bicara. Maka seyogianya ketika sobat berbicara, perhatikanlah siapa yang diajak bicara, gunakanlah bahasa yang mudah difahami oleh orang lain.

Lain halnya jika kamu menggunakan bahasa Arab atau bahasa Inggris yang fasih dalam pergaulan misalnya ketika di pesantren, tentu tidak termasuk dalam golongan mutasyaddinqun karena tujuannya dalah untuk pembelajaran dan latihan agar fasih dalam berbahasa.

Al-mutafayhiqun, artinya orang yang menyombongkan diri. Maksudnya ialah ia menampakkan kesombongan karena mungkin diberi kelehian berupa jabatan, materi ataupun ilmu. Maka seyogianya bagi kita semua, ketika kita dikarunia Allah berupa kelebihan dalam materi (harta), ilmu maupun seuatu jabatan hendaklah kita semakin tawadhu', merendahkan hati dan selalu mengingat bahwa semua itu hanyalah titipan.

Oke sobat ID, seorang intelektual justru akan banyak memakai kata-kata yang sederhana dan tidak bertele-tele ketika berbicara karena ia tahu lawan bicaranya. So, permudahlah ketika kamu berbicara, jangan menyulitkan orang lain apalagi merusak bahasa atau menggunakan bahasa secara tidak tepat.

Wallahu A'lam..

Referensi:
  • Majalah Elfata Ed. 12 Vol. 13 Hal 54 - 55
  • Qabasun Min Nuri Muhammad Saw. (1100 Hadits Terpilih-Sinar Ajaran Muhammad) Penulis Dr. Muhammad Faiz Almath, dengan penerbit Daarul Kutub Alarabiyyah Damsyik- Syiria, tahun 1974, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh A. Aziz Salim Basyarahil yang diterbitkan oleh Gema Insani.

0 comments:

Silahkan berkomentar dengan menggunakan ETIKA yang baik dan sopan (◠‿◠)